Sudah ninggalin jejak di sebelah kanan halaman ini kah?
*Ahem* Well, hari ini gw pengen berbagi dua cerita. Cerita pertama, biasa, tentang keseharian gw. Ya, gw yang item, keriting dan idup ini. Gw yang pelupa. Gw yang suka nyasar. Gw yang teledor. Gw yang kosannya kayak kapal pecah. Gw yang lagi-lagi gak mandi pagi kemaren lantaran ngerjain tugas Nirmana 2D yang bikin mata jereng, badan kerempeng, dan otak sedeng.
Cerita kedua adalah cerpen gw. Gw gak bisa nunggu sampe postingan gw selanjutnya. Gw mau share sama Readers di sini, sekarang. Gw jadi semangat buat bagi-bagi cerpen gw abis baca Filosofi Kopi-nya Dewi Lestari alias Dee. Ceritanya begitu bagus sampe-sampe gw berharap dibikin filmnya.
Eniwei, karena postingan ini bakal panjang, gw gak nyalahin Readers kalo jadi males baca, terutama bagian cerpennya yang harus gw akui sangat lame. Baca aja satu bagian dari postingan ini dan gw akan sangat menghargainya, terutama kalo ngasih komen :)
Hari-Hari Harun
“Happy Chocolate Day!”
Itu adalah kalimat yang diucapin Zsa Zsa(real name: Matahari Indonesia) sambil sumringah waktu gw ngasih dia sebatang coklat berbentuk segitiga panjang itu malam Minggu kemarin. Well, Empat Belas Nol Dua memang, entah kenapa, identik dengan coklat. Well, why should I bother, anyway? Yang penting itu coklatnya. Mahasiswa rantau(Jakarta-Bandung dibilang merantau?!) kayak dia, gw, dan ribuan lainnya di kota ini gak bisa makan coklat tiap hari. Thanks to this day, kita jadi rela ngeluarin duit buat beli sebatang coklat... dan baru sadar beberapa jam setelahnya bahwa coklat yang barusan dibeli itu setara dengan jatah makan beberapa hari.
Well, that’s one happy day. Hari berikutnya gw habisin dengan bercinta dengan kuas, cat poster, dan kertas berukuran 40x40 cm. Itulah tugas Nirmana 2D yang sangat indah(?). Setelah beberapa jam bikin sketsa dan nyari warna yang pas, gw ngelanjutin pekerjaan gw di rumah Bubu. Bersama para anggota Genk Cirenk(dulu namanya Forum Makan Bengkok), gw kerja rodi.
Baru mulai ngerjain dikit, badan gw terasa aneh. Jantung gw berdebar-debar, mata pengen melek terus, dan badan rasanya gak bisa diem, pengen digerakin. Lebih parah, rasanya ada sesuatu yang harus keluarin dari dalem ulu hati gw. Jadilah gw cabut ke kamar mandi, berusaha muntah, tapi yang keluar cuma angin dan air mata. Pasti gara-gara kopi yang gw minum tadi. Emang sih tadi gw minum kopi yang kentalnya rada lebay. Niatnya biar bisa begadang sampe besok tanpa ngantuk, eh malah badan gw gak kuat. Gw ke kamar mandi dan ‘batuk krypton’(Bubu gives this name) kayak tadi beberapa kali.
Untungnya setelah beberapa kali batuk krypton, badan gw mendingan. Gw pun ngelanjutin kerja rodi gw, bercinta dengan kuas dan warna-warna. Gw kerja sambil ngobrol bareng Inu dan Nin. Kita ngobrol tentang keluarga. Kita cerita tanpa henti, sampai akhirnya kita masuk ke dalam topik yang bikin kita nangis, nangis beneran: Ayah.
Inu cerita tentang orang tuanya yang cerai beberapa tahun lalu. Betapa dia rindu akan suasana keluarga yang hangat. Betapa dia menyesal karena membiarkan hal itu terjadi. Betapa dia ingin mengulang waktu.
Gw juga cerita. Cerita tentang bokap gw yang gak pernah pulang tanpa alasan yang jelas. Bokap gw yang gak mau balik ke rumah dan memilih untuk tinggal di kantornya. Bokap gw yang ninggalin keluarganya begitu aja, meskipun masih ngirimin uang kalo lagi punya. Bokap gw yang entah kenapa jadi begitu sejak 3 tahun lalu. Juga tentang gw yang gak peduli dengan bokap gw yang kayak gitu dan ngerasa bisa hidup tanpa dia. Mungkin emang benar, bahkan sekarang, gw bisa hidup tanpa bokap gw, tapi setelah gw telaah lagi, gw bohong soal gak peduli itu. Gw bohong sama diri gw sendiri kalo gw gak peduli bokap gw mau balik lagi apa nggak. Gw bohong. Gw pengen bokap gw balik lagi. Gw pengen makan satu meja lagi. Buka puasa berempat lagi. Kita pun menangis.
Pembicaraan kita menyentuh lubuk hati gw, Inu, dan Nin, serta mungkin juga Bubu seandainya dia gak tidur duluan malem itu. Hati kita seperti wadah yang senantiasa penuh untuk air mata. Terguncang hati kita oleh pembicaraan itu dan air mata pun tumpah di pipi. Basahnya menjernihkan hati kembali, membersihkan keraguan dan kepura-puraan gw. Gw udah bohong bilang ke semua orang bahwa gw gak peduli apa bokap gw bakal pulang lagi apa nggak. Gw bohong. Sangat-sangat bohong.
Tangisan menghentikan pekerjaan gw sejenak. Butuh beberapa menit relaksasi untuk bisa ngelanjutin kerjaan gw itu lagi. Tangisan tadi bikin gw ngerasa makin nyatu dengan mereka. Makin kenal, makin dekat, dan makin nge-blend. Berbagi emang gak pernah jelek, I’ve learned that.
Tugas gw lanjutin. Gak selesai. Gw lanjutin di kelas TPB FSRD. Gw kerja dari jam 9 pagi dan baru selesai jam 3 sore, diselingin makan dan istirahat karena emang perlu. Gw belum makan apa-apa dari semalem. Thanks banget buat Inu, Zsa Zsa, Nin, Bubu, dan Chicken Wing yang udah ngebantuin gw di saat-saat terakhir sehingga gw bisa ngumpulin tepat waktu dan nilai gw gak dikurangin :D Love you, guys, tapi please jangan keseringan ngajak makan di Warung Pasta lagi. Gw bisa bangkrut :p
Well, itu aja cerita tentang gw hari ini. Sekarang waktunya cerpen gw yang sangat pantas dikritik setajam cabe dan sepedas pedang(kayaknya ada yang salah dengan kalimat ini, tapi apa ya? ah, udahlah.) ini minta dibaca. Sori karena ini bikin postingan gw jadi kepanjangan. Bena, ato siapapun yang bisa, kalo baca postingan ini tolong ajarin gw bikin button buat nge-hide teks/gambar kayak di blog lo itu. I think I need that. Here goes my cerpen. Judulnya:
Alasan
Pagi itu, seperti biasa, aku berangkat sekolah pukul 6 pagi. Kubawa motorku santai. Sambil bernyanyi kulewati jalan komplek perumahan tempat aku tinggal dengan hati gembira. Entah kenapa, pagi hari selalu membuatku bersemangat. Mungkin karena semburat sinar matahari yang lembut yang membelaiku dari balik dedaunan pepohonan di pinggir jalan, atau karena hembusan angin segar yang menerpaku di atas sepeda motorku. Atau mungkin karena aku senang melihat aktivitas orang-orang di pagi hari. Bu Sukma yang menyapu halaman. Pak Trisno yang membaca koran sambil menyeruput kopi di teras rumah. Ana dan Ani, si kembar yang selalu pulang-pergi ke sekolah berdua dengan seragam putih-birunya. Bu Siska yang sedang menimang Bimo, anak bungsunya yang baru berusia satu tahun. Bang Reno yang mencuci motornya di halaman rumah. Pak Jajang, tukang bubur yang selalu lewat di depan rumahku pukul 6 pagi. Dan orang-orang yang beraktivitas di sekitar rumahku di pagi hari lainnya, mereka semua membuatku bersemangat, membuatku lebih hidup.
Hari yang indah. Kecepatan motorku kunaikkan sedikit demi sedikit, dan kutahan agar tidak melebihi 60km/jam. Sayang rasanya melewati momen-momen indah di atas motor dengan melaju terburu-buru. Aku lebih senang menikmati terpaan angin pagi di dadaku. Aku biarkan kendaraan-kendaraan lain menyalipku dari kanan. Aku berjalan di pinggir kiri jalan, sendirian. Tak berapa lama, sebuah motor bebek yang sudah dimodif menyalipku dan hampir menyerempetku. Aku kaget, jalanku sedikit oleng, namun aku segera menyeimbangkan motorku. Jatuh dari motor berkecepatan 60km/jam bisa membuatku luka cukup parah, dan bisa-bisa aku tak jadi ke sekolah. Motor yang barusan menyalipku melaju kencang. Sangat kencang. Semakin kencang, hingga kulihat ada sebuah sepeda motor sedang memutar di putaran jalan. Motor yang tadi menyalipku mengerem sambil berusaha menghindari motor yang memutar itu. Motor yang menyalipku menghindar ke kiri, namun motor yang memutar itu juga melaju ke arah yang sama. Tabrakan tak terelakkan. BRAAKKK!!! Motor yang menyalipku menghantam bagian pinggir motor yang memutar itu. Kedua pengendara terpelanting ke udara, lalu jatuh terjembab mencium aspal.
Semua orang yang ada di tempat kejadian terperanjat. Aku pun segera menghentikan laju sepeda motorku dan memarkirnya di pinggir jalan. Kulepas helm dan segera saja aku berlari menghampiri kedua korban kecelakaan itu. Tanpa basa-basi segera kusingkirkan sepeda motor yang menimpa pengendara motor yang ditabrak. Beberapa orang warga sekitar membantuku. Dua orang pria membopong korban yang ditabrak ke pinggir jalan dan merebahkan tubuhnya di bawah pohon. Kedua korban mengalami luka yang cukup parah. Celana jins yang mereka kenakan sobek, dan dari tempat celana itu sobek terlihat noda darah. Pasti perih, pikirku.
BRAAKK!! Aku mendengar suara benda berat jatuh di jalanan. Tidak ada kecelakaan lagi, hanya motorku yang kuparkir di pinggir jalan ternyata jatuh. Sepertinya aku memarkir di tempat yang salah. Tanah tempat aku memarkir motor memang agak miring.
"Oh, damn!" Ujarku kesal. Tapi aku tidak terlalu mempedulikannya. Aku sedang sibuk membantu para korban kecelakaan ini. Mereka lebih butuh pertolongan dibanding motorku. Setelah aku menyingkirkan motor yang ditabrak dari jalan, kini giliran si penabrak yang mendapatkan pertolongan. Aku dan seorang bapak-bapak menggotongnya ke pinggir jalan.
Aku melihat keadaan motor yang mengalami kecelakaan itu. Kedua motor rusak cukup parah. Kaca spion yang lepas hampir mencelakakan motor lain yang melindasnya di tengah jalan. Bodi motor yang ditabrak lepas dari tempatnya. Stang motor si penabrak berada dalam posisi lurus, namun ban depan motor tersebut mengarah ke kiri. Kedua motor ini tidak akan bisa berjalan sebelum dibawa ke bengkel.
Fiiuuhh... Kecelakaan yang mengerikan. Syukurlah diantara korban tidak ada anak kecil dan mereka segera mendapatkan pertolongan secepatnya. Aku berjalan ke arah motorku yang tumbang. Saat aku sedang berusaha mengangkat motorku aku menyadari satu hal. Helmku hilang. Aku kaget. Pandanganku tertuju pada sebuah sepeda motor berpenumpang dua orang. Salah satu dari mereka membawa helmku!
"Woy! Helm gw!!" Teriakku sambil menunjuk ke mereka. Karena tak digubris, tanpa basa-basi lagi langsung kukejar mereka. Aku melaju kencang tanpa helm. Jika ada polisi melihatku bisa dipastikan aku kena tilang dan harus membayar 'uang damai'. Motorku terus kupacu, namun mereka tak terkejar. Motor itu terlalu cepat, dan tiba-tiba mesinku mati. Kutarik gas, tak ada respon dari motorku. Ternyata tangki bensinku kosong. Aku mencoba menyalakan mesin sambil berharap masih tersisa sedikit bensin di tangki bensinku, namun hasilnya nihil. Bensinku memang sudah habis, dan aku harus mengisinya. Untung tak jauh dari situ ada pom bensin. Aku menuntun motorku ke sana. Helm senilai tiga ratus ribuku sudah kurelakan. Tak mungkin terkejar, pikirku.
"Pertamax dua puluh, Mas!" Ujarku sambil membuka tangki bensin. Tanpa berbicara, petugas pom bensin itu segera mengisikan tangkiku. Aku membayar dengan uang lima puluh ribuan yang merupakan lembaran terakhir di dompetku. Tiba-tiba, entah dari mana, seorang ibu-ibu peminta-minta menghampiriku. Dengan tatapan memelas, ia meminta sedikit uang untuk makan.
"Tolong, Mas... Belum makan..." Ujarnya sambil menyodorkan kaleng di sebelah tangannya ke arahku sementara tangannya yang lain menggendong anaknya yang masih bayi. Tatapannya membangkitkan rasa iba. Apalagi ia menggendong seorang bayi. Aku yang baru saja menerima kembalian tak kuasa menolak. Aku baru saja sarapan enak tadi pagi, mana boleh aku membiarkan ibu ini kelaparan! Dengan wajah mengasihani yang tak bisa kusembunyikan kuberikan selembar uangku. Kumasukkan dalam kaleng kecil yang masih kosong itu tanpa melihat lagi.
"Terima kasih, Mas... Semoga rezekinya lancar...." Aku menjawab dengan anggukan. Ibu itu kemudian pergi perlahan-lahan. Sementara itu, petugas pom bensin dan seorang pengendara motor di belakangku menatapku dengan pandangan yang menyiratkan rasa tidak percaya. Aku heran, tidak mungkin tindakanku menyantuni pengemis barusan salah di mata mereka. Kemudian kulihat tanganku, ternyata yang baru saja kuberikan adalah lembaran dua puluh ribuan. Aku melirik dompetku. Kosong. Artinya uangku tinggal sepuluh ribu dan aku harus bertahan dengan uang itu selama tiga hari sebelum aku mendapat uang saku lagi di awal bulan.
"Haahh..." Aku menghela napas panjang. Aku baru saja kehilangan helm, dan sekarang uangku tinggal sepuluh ribu. Tapi sudahlah, aku harus ikhlas seperti yang diajarkan Ibuku. Aku mungkin akan sedikit kerepotan dengan tanpa helm dan uang yang tinggal sepuluh ribu untuk tiga hari ini, tapi korban kecelakaan dan ibu-ibu tadi akan jauh lebih kerepotan jika tidak ada yang menolong mereka. Aku tidak boleh egois, begitulah Ibuku mengajariku sejak dulu.
Ponselku berdering saat aku menyalakan motorku. Nama 'iChAa_kAwAii^^', salah seorang teman sekelasku, muncul di layar.
"Halo. Kenapa, Cha?"
"Hoy, lo gak masuk?"
"Masuk koq. Emang sekarang jam berapa?"
"Sekarang udah jam 7 lewat tauk! Lo lagi di mana?! Buruan! Hari ini ulangan Bahasa Indonesia lho! Lo tau sendiri Pak Wahyudi kayak apa..."
Tapi aku tak bisa ngebut. Jalanan terlalu padat. Akibat mengejar motor yang mencuri helmku tadi, aku jadi harus lewat jalan besar yang banyak mobilnya, bukan jalan tikus yang biasa kulalui. Aku sampai di sekolah pukul 07.45, aku terlambat satu jam. Gerbang depan sekolah sudah ditutup. Pak Bambang, satpam sekolahku, sedang berbincang-bincang dengan Pak Harun.
"Pagi, Pak!" Aku menyapa Pak Harun yang ada di depan gerbang.
"Pagi... Pagi... Kau pikir sekarang sudah jam berapa, hah?! Dari mana saja, kau?!"
"Macet, Pak..."
"Kau terlambat satu jam! Tak ada siswa yang boleh masuk kelas setelah terlambat lebih dari setengah jam! Pulang sana kau!" Ujar Pak Harun mengusirku dengan logat bataknya yang kental. Aku pasrah, tak berdaya menghadapi bentakan Pak Harun yang galak itu. Dengan badan lemas aku mengendarai motorku. Sebelum pulang, aku menyempatkan mampir ke masjid untuk sholat dhuha dua rakaat. Dalam doaku aku curhat pada Yang Maha Mendengar.
"Ya Allah, hari ini aku mengalami kesialan berturut turut. Helmku yang mahal itu dicuri orang dan aku terlambat datang ke sekolah. Aku tidak diperbolehkan masuk, padahal hari ini ada ulangan Bahasa Indonesia. Namun aku ikhlas, ya Allah. Almarhumah Ibuku selalu mengajarkanku demikian, sesuai dengan petunjuk-Mu. Aku sudah berusaha mengejar pencuri itu namun tak terkejar. Uangku tinggal sepuluh ribu rupiah untuk tiga hari lagi. Aku hari ini tidak masuk sekolah dan tentu saja pihak sekolah akan mencatat keterlambatanku ini sebagai alpa. Namun aku ikhlas, ya Allah. Aku ikhlaskan semuanya. Innalillahi wa inna ilaihi rajiuun. Sesungguhnya kita berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah." Ucapku lirih dengan mata terpejam.
Setelah berdoa, aku beranjak dari situ untuk pulang. Kubawa motorku perlahan. Aku tidak lewat jalan raya karena takut bertemu dengan polisi. Tanpa helm, aku akan jadi mangsa empuk untuk diperas. Di tengah jalan, ponselku berbunyi. Kupinggirkan motorku. Kulihat ada SMS masuk di ponselku.
Oi, gAg mAsUk Lo?? uLaNgAn SuSaH bAnGeDd... T_T
Sender: iChAa_kAwAii^^ +6285697509xxx
Belum sempat kubalas SMS itu, aku mendegar suara yang kukenal. Suara motor itu! Suara motor yang mencuri helmku! Dan benar saja, mereka lewat di hadapanku. Pengendara motor itu masih mengenakan helmku. Tanpa kubalas SMS Icha, kukejar motor itu. Kedua orang di depanku menyadari mereka diikuti. Mereka menambah kecepatan mereka. Aku pun demikian.
Dua motor berkejar-kejaran. Tak jarang kami harus menghindari lubang yang menganga di jalan. Beberapa kali kami hampir menyerempet mobil yang lewat dari arah berlawanan. Sering kami diklakson orang. Ibu-ibu mengutuk cara kami mengendarai motor yang ugal-ugalan. Kami terus berkejar-kejaran.
Dalam hati, terbesit sedikit tanya atas tindakanku ini. Aku sudah bilang akan mengikhlaskan helm itu, masihkah pantas bila kukejar mereka? Belum sampai pada jawabannya, aku dikejutkan dengan kejadian di hadapanku. Motor yang kukejar jatuh setelah gagal menghindari lubang. Aku melihat kedua penumpangnya tersungkur mencium aspal.
Aku segera menghentikan motorku. Kulihat bercak-bercak noda darah di jalan. Niatan mengejar mereka untuk mendapatkan helmku kembali sudah hilang dari benakku, berganti rasa iba dan kasihan melihat mereka terjatuh dari motor yang melaju dengan kecepatan tinggi.
Salah seorang penumpang mereka pingsan. Satunya lagi menangis kesakitan, ia beruntung mengenakan helm. Beberapa orang warga mencoba menolong mereka. Ada juga yang mencibir mereka karena mereka ngebut. Beruntung, tak jauh dari sana ada rumah sakit. Setelah kupastikan motorku terkunci, aku dan beberapa orang warga membawa mereka ke rumah sakit.
Sambil menunggu pengendara yang pingsan siuman, aku ngobrol dengan pengendara yang masih sadar. Menyadari aku adalah korban pencurian helm mereka, ia terlihat canggung. Wajar saja ia canggung seteah diselamatkan oleh orang yang helmnya ia curi. Ia bercerita bahwa yang pingsan itu adalah adiknya. Mereka terpaksa mencuri karena terjebak utang setelah kalah berjudi. Mereka ingin menjual helm itu untuk melunasi sebagian utang mereka. Terus terang, aku kesal. Tapi perasaan kesalku terbendung oleh perasaan iba. Ia menyesal telah mencuri helmku. Ia kembalikan helmku saat itu juga.
Aku memegang helmku dengan perasaan campur aduk. Kulihat lecet di bagian kacanya akibat jatuh tadi. Aku terdiam sejenak. Aku mencoba berpikir jernih. Sesaat aku terpejam. Aku menghela napas panjang. Akhirnya kuputuskan untuk menjual helm itu. Beruntung, ada toko helm yang bersedia membayari helm itu, meski sedikit cacat. Uangnya sebagian kuambil untuk membeli helm 15000-an. Sisanya kuberikan pada si kakak untuk biaya pengobatan adiknya. Sebelum ia sempat menolak, aku bergegas pulang.
Sepanjang perjalanan kupikirkan kembali tindakanku itu. Aku baru saja menjual helmku, dan uangnya kuberikan pada pencurinya. Kuceritakan pengalaman ini pada Icha esok paginya di sekolah. Ia bilang aku bodoh, aku naif, aku aneh, aku terlalu baik, dan sebagainya. Ia bertanya padaku, "Ngapain sih lo nolongin dia?! Dia kan udah malingin helm lo?!"
Sejenak aku merasa bodoh. Namun setelah kupikirkan kembali, aku rasa aku tidak perlu menyesal melakukannya. Aku sudah mengikhlaskan helm itu. Maka kujawab pertanyaan itu dengan balik bertanya, "Tidak perlu alasan untuk berbuat baik kan?"
Icha hanya bisa terdiam mendengarnya.
Well, segitu aja deh postingan gw. Maap kalo kepanjangan. See you at my next postingan!
p.s: tadi pas kuliah Gambar Bentuk, muka gw dibilang mirip Tisna Sanjaya*! LoL
patung... gue mau liat tugas tugas anak fsrd kayak gimana sih.. niramana 2d dan sebagainya.. gue pengen punya bayangan nantinya kalo gue jadi amsuk kesana seribet apa dan gimana.. hehe ngintip duluan boleh kan sebelum amsuk kesana :D
run, makasih banget atas sharing storynya.. setelah kemarin gundah gulana dengan masalah yang gue tulis di blog gue itu... gue juga akhirnya sharing sama orang yang enggak gue duga-duga, sama roommate gue sendiri bukannya sama sahabat gue. walaupun gue dan si roommante udah temenan dari SD tetapi tetep aja kita baru mulai ngerasa deket dan mulai bisa ngebagi pengalaman dan perasaan ya saat-saat ini.
sumpah run, gue jadi keinget kata-kata lo yang suka lo ucapin kalo ngasih nasihat ke gue. ahahaha
anyhow, semoga kita menjadi orang kuat. kuat dalam arti semuanya.
lagipula ini semua pembelajaran dalam hidup, supaya pas kita dewasa nanti kita menjadi lebih baik dari yang lebih tua dari kita saat ini.
@putri nope, gw gamau jadi d next kambing. udah banyak yang nyoba ngikutin jejak si radith, tapi gak ada yang bisa dibilang berhasil.
ada 3 cara untuk sukses di suatu bidang: pertama, jadilah yang pertama di bidang tersebut; kedua, jadilah yang terbaik di bidang tersebut; atau kalo gak bisa, ada cara ketiga: jadilah berbeda
kalo ada yang bilang gw itu aneh, freak, gokil, nggak waras, abnormal, dll, gw kasi tau aja kalo semua itu... BENER BANGET!! HUHAHAHAHAHAA!!!
berhati-hatilah, karena saya akan menipu Anda dengan penampilan alim bak santri, gaya bicara sopan dan diplomatis bagai politisi, serta senang mengeluarkan kata-kata bijak bagai nabi sehingga dapat membuat Anda salah persepsi. mereka yang telah mengenal saya akan bilang tanpa ragu-ragu kalau gw itu... ANEH.
dan buat gw itu pujian. HAHAHAHAHAHA!!!
WASPADALAH!! WASPADALAH!!!
Kemarin aku belajar Hari ini aku belajar Esok aku belajar Lusa aku belajar
Aku tak bisa berhenti Aku tak ingin berhenti Aku akan terus belajar hingga nanti Hingga hari aku mati
Di sekolahku seragam tak dibutuhkan Tak ada buku wajib, tak ada iuran bulanan Hanya ada aku dan kejadian-kejadian Semuanya adalah guru, semuanya adalah pengalaman
Aku ingin bersekolah di sini selamanya Sekolah yang sarat hikmah dan makna Tempat berjuta ilmu kutimba Sekolah Kehidupan, namanya
9 komentar:
woy..
itu, yg bisa ngumpetin poto2 atau tulisan2. namanya spoiler.. kode-nya uda gw kirim di ym loe.. ehehe.
terus cerpennya..
kenapa nama gurunya pak harun? ahahaha..
panjaaaaaaaaang bangeeeet postnyaaa...
patung... gue mau liat tugas tugas anak fsrd kayak gimana sih.. niramana 2d dan sebagainya.. gue pengen punya bayangan nantinya kalo gue jadi amsuk kesana seribet apa dan gimana.. hehe ngintip duluan boleh kan sebelum amsuk kesana :D
@shintung
tengkyu!
iseng aja masukin nama gw di situ. pengennya sih jadi tokoh utama, tapi ntar divonis narsis :p
@inda
okok, di postingan selanjutnya ya!
run,
makasih banget atas sharing storynya..
setelah kemarin gundah gulana dengan masalah yang gue tulis di blog gue itu...
gue juga akhirnya sharing sama orang yang enggak gue duga-duga, sama roommate gue sendiri bukannya sama sahabat gue.
walaupun gue dan si roommante udah temenan dari SD tetapi tetep aja kita baru mulai ngerasa deket dan mulai bisa ngebagi pengalaman dan perasaan ya saat-saat ini.
sumpah run, gue jadi keinget kata-kata lo yang suka lo ucapin kalo ngasih nasihat ke gue.
ahahaha
anyhow, semoga kita menjadi orang kuat. kuat dalam arti semuanya.
lagipula ini semua pembelajaran dalam hidup, supaya pas kita dewasa nanti kita menjadi lebih baik dari yang lebih tua dari kita saat ini.
wahahaha! gue baca link2 postingan yg lo kasih, trus gue ngakak! hahaha menurut gue lo bisa nih jadi the next kambing! xD
@tammi
eerr... emang gw sering bilang apa??
@putri
nope, gw gamau jadi d next kambing. udah banyak yang nyoba ngikutin jejak si radith, tapi gak ada yang bisa dibilang berhasil.
ada 3 cara untuk sukses di suatu bidang: pertama, jadilah yang pertama di bidang tersebut; kedua, jadilah yang terbaik di bidang tersebut; atau kalo gak bisa, ada cara ketiga: jadilah berbeda
ganbattene, harun-kun ^^
udah gw save di word gw bawa pulang cerpen lo..gag sempet baca disini...
tar aja dirumah ah...hheheheh
so wise. :)
Posting Komentar